Rabu, 20 Mei 2009

Ketika Stres Melanda

STRES adalah kata yang sangat popular di era modern. Zaman modern, jika tanpa stress, seperti sayur tanpa garam, keduanya berhubungan begitu lengket. Stres mudah ditemui di alam modern dan gaya hidup modern sangat potensial menimbulkan stres. Stres menjadi popular di negeri kita, terutama setelah bangsa ini terperosok krisis multi dimensi. Paling tidak,banyak orang menyebut istilah stres, meskipun mereka belum mengerti apa maksudnya. Fenomena stres sebernanya berakar dari gaya hidup yang dipilih oleh masyarakat sendiri. Gaya hidup yang hanya mementingkan materi dan hanya mengabaikan aspek rohani, memunculkan berbagai gejala ketidakseimbangan.
A. Budaya Industri Barat
Gelombang stres umumnya menimpa Negara-negara indistri maju, di Eropa, Amerika, Pasifik, atau asia. Kehidupan industri tidak uabhnya seperti pabrik, posisi manusia diserupakan denagan mesin. Hari-hari yang mereka lalui adalah produksi, produksi dan produksi. Falsafah hidup yang mereka enut adalah prinsip ekonomi,”Dengan modal sekecil-kecilnya d i p e r o l e h k e u n t u n g a n y a n g s e b e s a r – b e s a r n y a. “ kebutuhan jiwa manusia diabaikan sedang kebutuhan fisiknya sangat dimanjakan.
Dengan sinis, Muhamad Asad (Leopold Weiss), seorang cendekiawan muslim kelahiran Autria menulis tentang situasi budaya industri di Eropa pada awal-awal abad 20.
Rata-rata orang Eropa ( baik seorang demokrat maupun komunis, buruh harian maupun cendekiawan ) hanya mengetahui satu kepercayaan positif bahwa tidak ada tujuan lain dalam hidup ini selain membuat hidup it uterus-menerus semakin mudah. Rumah ibadah agama ( kepercayaan,pen.) ini adalah: pabrik-pabrik raksasa, bioskop-bioskop, laboratrium-laboratorium kimia, ruang dansa, dan bangunan hidro-elektrik. Sedang para pendetanya terdiri dari bankir, insinyur, politikus, bintang film, ahli statistik, pemimpin-pemimpin industri, penerbangan, dan komisaris-komisaris” ( Muhamad Asad,1985:91).
Propesor Joad, Dekan fakultas Filsafat dan Ilmu Jiwa Universitas London. Dalam buku Guide To Modern Wickedness, mengatakan,”Teori kehidupan yang berlaku dan menguasai dunia kita dewasa ini adalah memandang semua persoalan dan semua urusan dari sudut perut dan kantong.” Sementara itu, John Gunther dalam Inside Europe,mengatakan, “Orang-orang inggris menyembah Bank of England enam hari seminggu, dan pada hari ketujuhnya mereka pergi ke gereja”(Abdul Hasan an-Nadwi,1988:233).
Pemuja terhadap materi dan mengabaikan kebutuhan rohani adalah fenomena yang sangat jelas terlihat di depan mata. Ia sejelas bola matahari di siang hari, ketika tidak ada awan yang menutupi langit.
Anehnya, bangsa kita ikut-ikutan latah meniru gaya hidup Barat itu. Selama puluhan tahun kita memaksakan diri menjadi bangsa industri maju. Pabril-pabrik didirikan tanpa kendali, supermarket, dan mal-mal bermunculan di sudut kota, fasilitas komunokasi, informasi, dan transportasi modern diadopsi bulat-bulat, gedung-gedung pencakar langit berdiri menjulang,jalan-jalan layang meliuk-liuk membelah kota, perumahan modern (real estate) bermunculan bak jamur tumbuh di musim hujan, dan tentu saja tidak ketinggalan, pusat-pusat hiburan dan permainan. Di setiap kota pasti ada tempat-tempat tertentu yang di kenal luas sebagai pusat games, fantasi, hura-hura, dan arena gelimang dosa. Apa pun yang didirikan di Barat, di sini kita berusaha mendirikan yang sama, meskipu dengan bersusah-payah.
Selama ini kita mengagumi kehidupan masyarakat Barat dengan kekaguman Buta. Kita hanya melihat bangsa Barat dari sisi materi, kebebasan hawa nafsu, keterbukaan sikap, dan aneka gaya hidup menggiurkan. Padahal jika mau menyelami kehiduoan mereka lebih dalam, orang-orang Barat sungguh menderita. Mereka tidak merasakan ketentraman batin. Mereka hidup dalam persaingan tinggi. Sulit di temukan keramahan dan sopan-santun. Setiap orang lebih memikirkan dirinya sendiri, tidak bisa berharap kemurahan hati dari orang lain; berbagai bentuk kakus penyimpangan sosial merajalela, kriminalitas, kekerasan, seks bebas, pelacuran, penyalagunaan Narkoba, AIDS, bunuh diri, dan lain-lain.
Dalam kehidupan liberal di Barat, uang menjadi panglima. Uang di buru oleh sebagian besar masyarakat Barat dengan menggunakan segala macam cara. Hail ini sangat tecermin dari sebuah ungkapan yang popular di kalangan mereka, time is money ‘waktu adalah uang’.
Pilihan hiduo seperti itu sudah tentu berakibat fatal. Dengan meniru gaya hidup Barat (western life style), kita kehilangan begitu banyak nilai-nilai kemulian, misalnya rasa santun, kepedulian, kebersamaan, sikap sederhana, mandiri, percaya diri, kesabaran, dan lian-lain. Semua nilai-nilai luhur itu akhirnya menjauh dari sekitar kita,, lalu berganti persaingan, ambisi, jegal-menjegal, konflik, manipulasi, kezaliman, dan seterusnya. Kerasnya dunia industri memaksa kita menjual kehidupan yang luhur dengan kehidupan jalanan. Dalam situasi seperti ini, sangat mudah di baca bahwa stres adalah akibat paling wajar yang akan kita terima.
Dunia industri tidak pernah mengizinkan kita membangun kehidupan dengan tenang, ramah, penuh kasih sayang, kita justru didorong untuk terus-menerus bersaing, tanpa tahu kapan persaingan itu akan berakhir.
B. dampak tekanan sosial
Derita stres menimpa semua kalangan, orang kaya atau kaum fakir, kalangan elite atau rakyat jelata, orang laki-laki atau perempuan, masyarakat di kota metropolitan atau di pelosok desa. Semua pihak merasakan beratnay tekanan stres, tanpa membedakan faktor status dan kelas.
Orang-orang kaya (the have) merasa stres denag iklim persaingan yang semakin ketat. Sebenarnya, mereka ingin istirahat atau menikmati kekayaan, namun hal itu tidak bisa dilakukan. Sepanjang waktu mereka terus berpikir tentang pekerjaan kantor, peluang bisnis, situasi persaingan, rencana ekspansi usaha, kebutuhan rumah tangga, kenyamanan fasilitas, masalah anak-anak, gengsi sosial, bahkan soal keamanan. Andai kita tahu, duh betapa berat beban pikiran mereka.
Jika orang-orang kaya terbebani, bagaimana nasib orang-orang lemah? Bagaimana nasib kaum fakir? Bagaimana nasib orang-orang yang miskin ilmu dan miskin harta? Apakah mereka bisa hidup lebih nyaman, atau sebaliknya?
Kehidupan orang-orang lemah ( dhuafa ) itu tadaklah lebih ringan. Mereka terombang-ambing di tengah kerasnya persaingan. Mereka menjadi sasaran keganasan oramg-orang perkasa dan untuk itu mereka hanya bisa pasrah nasib. Kalimat populer yang kerap mereka ucapkan adalah,”Ah kami ini orang kecil. Kami tadak bisa apa-apa. Semua terserah pada Bapak-bapak yang di atas.”
Orang-orang kaya harus membayar mahal pilihan hidup mereka unutk terus memburu uang, tanpa kenal berhenti. Namun, orang-orang lemah juga harus membayar mahal atas ketidakberdayaan mereka. Dalam banyak kasus, kaum fakir itu harus menaggu tekanan dari dua sisi. Mereka memperoleh ketenangan jiwa karena cenderung mengabaikan ibadah, namun pada saat yang sama mereka harus memeras tenaga untuk bertahan hidup.
Di sini ada kenyataan yang cukup unik. Orang-orang fakir telah bekerja keras membanting tulang, namunhasil yang mereka peroleh tidak seberapa dibandingkan hasil kerja orang-orang kaya. Kekayaan yang mereka kumpulkan dalam satu tahun belum tentu lebih tinggi dari belanja orang-orang kaya dalam satu hari. Atau, hasil yang mereka peroleh setelah bekerja keras seharian tidak selalu lebih tinggi dibanding nilai sampah yang dibuang orang-orang kaya pada hari yang sama.
Perbedaan yang sangat mencolok ini kerap membuat orang-orang fakir itu sesak napas. Banyak orang stres hanya gara-gara tidak sanggup melihat gemerlap kekayaan milik orang-orang makmur. Sebagian kuli kasar yang bekerja memperbaiki jalan raya, mereka sering tahan napas kalau melihat sedan-sedan mulus, high class, melintas di dekat lokasi kerja mereka.
Kehidupan indistri yang keras dam kejam memicu stres, di kalangan oramg-orang mapan atau rakyat jelata. Mereka semua meringis, merasakan beratnya tekanan. Mereka ingin bebas dari semua belenggu yang mencengkeram jiwa, namun tidak tahu harus berbuat apa.
C. Mencari Pelarian
Sebagian orang yang tidak kuat menahan stres memilih melakukan bunuh diri. Masih sangat dalam ingatan kita, peristiwa tragis yang menimpa seorang eksekutif muda keturunan India, Manimaren Marimutu . salah seorang pimpinan Grup Texmaco ini melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari Hotel Aston Jakarta, lantai 56, tubuh laki-laki itu tiba di atas tanah dalam keadaan hancur. Dia melakukan bunuh diri sebab tidak kuat lagi menahan tekanan stres.
Sehari sebelum itu, tanggal 4 Agustus 2003,di, Korea Selatan, seorang Presiden Direktur Hyundai Asan Corporation, Chung Mong-hun, ditemukan bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 12 kantornya. Mayat Chung ditemukan di pelantaran parkir oleh salah seorang pegawainya. Masih di tahun yang sama, tepatnya 1 April 2003, seorang selebritis ternama Hong Kong, Leslie Cheung, juga di temukan tewas bunuh diri. Leslie Cheung setelah melompat dari sebuah kamar dari lantai 24, sebuah hotel mewah Mandarin Oriental Hotel di Hong Kong. Caranya sama, tujuannya pun sama, yaitu bunuh diri. Hanya yang melakukannya orang-orang ternama.
Bunuh diri adalah cara terburuk yang ditempuh sebagian orang untuk melepaskan diri dari tekanan stres. Selain bunuh diri ada juga yang mencari”solusi” dengan cara mengkomsumsi obat-obat terlarang, misalnya putaw, heroin, shabu-shabu, obat bius, ekstasi, atau minimal mengisap ganja. Obat-obat perangsang saraf itu dikonsumsi secara liar unutk menimbulkan efek sensasi sehingga seseorang bebas dari beban, tubuh terasa ringan, tumbuh rasa percaya diri, melayang-layang dalam fantasi, merasa cool, dan sebagainya.
Sensasi itu bertahan selama pengaruh obat masih ada, namun setelah penagruh obat itu hilang, mereka merasakan sakit luar biasa. Saat itu mereka membutuhkan obat-obat baru untuk melepaskan diri dari rasa sakit tersebut. Setiap habis satu paket obat, mereka akan membutuhkan paket-paket berikutnya. Demikianlah, orang-orang itu tidak bisa keluar dari lingakaran pengaruh obat. Mereka seolah-olah dipenjara dalam sebuah bola besar terbuat dari baja setebal 10 cm dengan tanpa ada celah sama sekali, walau hanya seujung jarum. Sejujurnya, mereka ingin keluar dari “bola baja” itu, namun tidak mampu.
Di media-media massa, hamper setiap hari kita simak berita tentang penyalagunaan narkoba. Seorang pengacara terkenal sengaja membuat sebuah gerakan sosial anti peredaran narkoba, setelah anaknya sendiri menjadi korban peredaran obat-obat terlarang. Tokoh itu mengatakan bahwa para pemakai narkoba seperti para pemegang one way ticket ‘tiket satu arah‘. Maksudnya, dengan memekai narkoba, mereka berjalan pergi dan tidak pernah bisa pulang kembali.
Seorang penyanyi pop terkenal, anak laki-laki yang dia cintai meninggal akibat over dosis mengonsumsi narkoba. Sejak kematian anaknya, dia mencoba lebih dekat kepada Tuhan dan lebih mawas diri. Sementara itu, anak seorang pejabat tinggi dikota besar dipergoki aparat keamanan sedang berpesta obat-obatan. Hal ini tentu saja mencoreng muka orang tua dan keluarganya.
Cara lain yang juga banyak dipakai untuk mengatasi stres, yaitu menerjuni petualangan seks. Banyak orang merasa stres karena studi, stres dirumah, stress akibat putus cinta, stres dikantor, ada masalah pribadi, masalah karier, konflik dengan istri, bisnis kacau, kalah judi, dan lain-lain.
Untuk menghilangkan tekanan-tekanan tersebut, mereka menerjuni petualangan seks liar. Tentu saja, cara seperti itu bukan menjadi solusi, justru semakin melipatgandakan tekanan stres sehingga kali lipat lebih berat.
Permainan seks liar memang memberi kenikmatan, namun sangat sedikit, paling lama hanya 30 menit. Akan tetapi, noda-noda kehinaan yang harus dipukul setelah itu belum tentu bisa hilang setelah 30 tahun.
Setelah seorang laki-laki dan perempuan mendapatkan kepuasan seks secara liar, seketika itu tumbuh rasa hina di hatinya. Dia merasa gelisah, merasa bersalah, merasa diri telah berbuat khianat, merasa penuh dosa, sulit bertobat, merasa rendah diri di depan orang-orang baik, merasa malu, takut tertular penyakit, takut aib-aibnya terbongkar, takut anak-anak istrinya melakukan yang sama, dan lain-lian. Jejak perbutan seks liar itu sungguh mudah dihapuskan, namun noda-noda itu ikut ke mana pun pemiliknya pergi, selalu menyertainya, meskipun dia telah bersembunyi di tengah-tengah benteng paling kokoh. Wajar saja jika Allah mengharamkan zina, sebab perbuatan itu sedikit sekali nikmatnya, namun sangat dahsyat resikonya.
“dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(al-Israa’[17]: 32)
Selain bunuh diri, narkoba, seks bebas (juga pornagrafi), berbagai cara buruk telah dilakukan unutk membebaskan diri dari tekanan stres, misalnya dengan mengamalkan ilmu hitam, menekuni ilmu kebatinan, melakukan sihir, dan mendatangi dukun-dukun. Denag perbuatan seperti itu mereka telah menjual masa depan di akhirat dengan setitik dunia yang tidak berharga. Selain itu, ada pula yang mengikuti majelis-majelis tasawuf, masuk klub-klub filsafat, berpetualang di arena pemikiran-pemikiran metafisik tak karuan bentuk.
Cara-cara lain yang sering kita saksikan melalui media-media massa, misalnya tindak criminal, kekerasan, tawuran, kebut-kebutan dijalan, membentuk gangster, tindak sadisme, bahkan memuja-memuja setan. Na’udzubillah wa na’udzubillah.
Saat sekarang ini banyak beredar kaos-kaos ( t – shirt ) bercorak gelap, yang terang-terangan membenci agama dan memuja-muja setan. Para pengagum ritual setan itu rata-rata menyukai simbol-simbol kekerasan seperti pedang, darah, jerit tangis, tengkorak, kematian, dan lain-lain. Semua itu mereka lakukan kerena merasa tidak mempunyai pilihan. Hidup secara normal mereka kalah bersaing, menjadi orang saleh merasa tidak mampu, ketika mau berkarya ditertawakan banyak orang. Akhirnya mereka memilih menjadi “pomberontak”. Mereka menyukai symbol-symbol setan yang justru sangat dibenci oleh orang pada umumnya. Hal tersebut mereka lakukan bukan karena setuju dengan ide-ide gelap itu, tapi mereka ingin diakui oleh orang lain. Pada intinya mereka stres, lalu mereka mencari solusi denagn cara yang salah.
Sebenarnya, banyak cara-cara salah yang dilakukan orang agar terbebas dari stres. Jika disebut satu persatu tentu sangat banyak. Di sini cukup disinggung beberapa contoh penting. Pendek kata, orang-orang itu ingin bebas dari stres, tapi mereka menempuh cara yang keliru sehingga mereka terlempar ke arah bentuk-bentuk stres yang lain. Bahkan, mereka terlempar ke bentuk stres yang lebih serius. Seperti kata pepatah “lepas dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya”.
Demikianlah, pembahasan tentang fenomena stres. Stres timbul karena gaya hidup modern yang terlalu mementingkan materi, kurang memperhatikan segi kebutuhan rohani. Adapun solusi terbaik atas persoalan ini adalah dengan menjadi insan religius yang dekat kepada Allah, ikhlas mengabdi kepada-Nya, dan menghindari aneka rupa perbuatan dosa besar.
Berjuanglah sahabat, maka Allah akan melihat perjuanganmu. Janga berlemah hati, sebab kehidupan orang-orang beriman itu terhormat dan berada di atas derajat yang tinggi.
“janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. (Ali Imran [03]; 139)